SURI TAULADAN
RASULULLAH SAW
Banyak
orang memandang pemimpin itu sebagai jabatan yang menyenangkan. Anggapan itu
berdasar perspektif mereka bahwa “kalau kita menjadi pemimpin semuanya terserah
kita”. Hal itu tentu menjadi keinginan setiap manusia. Betapa indahnya
memimpin! Sesempit itukah wawasan anda! Coba kita memandang dari sudut yang
lebih luas. Apakah pemimpin kerjanya hanya mengatur? Bagaiman kondisi yang diatur?
Mau dibawa kemana setiap hal yang kita pimpin? Banyak sekali pertanyaan yang
tentunya menjadi tanggung jawab seorang pemimpin. Kita ambil contoh
kepemimpinan yang ada di negara kita, Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Menurunya integritas pemimpin di Indonesia menjadikan obyek dari subyektivitas
kepemimpinan mengalami degradasi, tebukti dengan semakin hancurnya moral Bangsa
Indonesia. Korupsi, pornografi, pornoaksi, narkoba, dan banyak lainya semakin
merajalela di Indonesia. Krisis keteladanan dari pemimpin kita bahkan kita
(orang yang dipimpin) yang menjadikan korelasi antara pemimpin dan yang
dipimpin tidak bersatu. Mengetahui hal itu tentunya kita mulai bertanya.
Siapakah manusia yang patut untuk kita jadikan teladan dan diharapkan suri
tauladanya dapat growing up kepemimpinan di Indonesia? Tak lain dan
tak bukan manusia itu adalah Nabi Muhammad Saw.
Sosok
Nabi Muhammad Saw memberi sesuatu yang patut untuk diteladani oleh semua umat
manusia. Suri tauladan yang diberikan beliau kepada kita mencakup semua
spektrum kehidupan. Rumah tangga membutuhkan ayah yang penuh perhatian,
perusahaan membutuhkan pebisnis yang kompeten dan percaya diri, dunia
pendidikan membutuhkan pendidik yang pinter ngomong. Dari pernyataan
di atas, teladan kepemimpinan itu sesungguhnya terdapat pada diri Rasulullah
Saw karena beliau adalah pemimpin yang holistic, accepted,
dan proven.
Rasulullah
Saw adalah pemimpin yang holistic (menyeluruh). Beliau adalah pemimpin yang
mampu mengembangkan leadership dalam berbagai bidang, diantaranya: self
development, bisnis dan kewirausahaan, kehidupan rumah tangga yang
harmonis, tatanan masyarakat yang akur, sistem politik yang bermartabat, sistem
pendidikan yang bermoral dan mencerahkan, sistem hukum yang berkeadilan, dan
strategi pertahanan yang jitu serta memastikan keamanan dan perlindungan warga
negara. Rasulullah adalah pemimpin yang accepted (diterima) dan proven
(terbukti). Kepemimpinan Rasulullah diakui lebih dari 1,3 miliyar oleh setiap
manusia. Hingga sampai saat inipun kepemimpinan beliau sudah terbukti dan masih
relevan untuk dipakai.
Teladan
kepemimpinan Rasulullah Saw tercermin ketika beliau masih kecil hingga beranjak
dewasa. Dalam perjalanan kepemimpinan Rasulullah Saw, beliau selalu memberi
teladan kepada sahabat baik berupa perkataan maupun perbuatan. Dr. Muhamad
Syafi’I Antonio dalam bukunya Muhammad Saw The Super Leader Super Manager
menyebutkan bahwa self leadership merupakan dasar dari segala bentuk
kepemimpinan. Tanpa adanya kepemimpinan diri dengan baik, sebuah kepemimpinan
mustahil terealisasi. Pada giliranya, memimpin diri sendiri berarti
mengembangkan kemampuan dan proses untuk mengalami tingkat self identity
(pengenalan diri) yang lebih tinggi, melebihi tingkat ego reaktif. Hal ini
memfasilitasi perjalanan dari reactive constraints (batas reaktif) ke
keberanian untuk proaktif dan pada akhirnya membawa pada kesadaran reaktif.
Suatu sintesa antara kecerdasan intelektual, intuitif, dan emosi. Dengan
demikian memungkingkan seseorang untuk mampu mengelola hubungan dengan orang
lain, peristiwa, dan gagasan yang merupakan esensi dari leadership.
Dalam
usaha meningkatkan kepemimpinan diri tentunya tidak semudah membalikkan telapak
tangan. Pasti ada pelbagai macam kendala yang membuat sulitnya tercapai
kepemimpinan diri yang baik. Dua diantara pelbagai macam kendala tersebut,
yaitu: hawa nafsu dan disiplin diri. Setelah Perang Badar Al-kubro Nabi
Muhammad Saw pernah berpesan kepada sahabat bahwa perang yang paling besar
ialah perang melawan hawa nafsu. Sulitnya memerangi hawa nafsu membuat kita
terlena akan kenikmatan dunia. Ketika kita dikuasai nafsu,penguasaan akan diri
akan sulit dikendalikan. Perlu tindakan lebih serius dalam mencegah hawa nafsu
kita. Lebih-lebih tindakan yang dilakukan dari dalam diri kita sendiri, misalnya:
mengerti yang baik dan buruk, menumbuhkan motivasi, berfikir kedepan, dan
sebagainya. Sehingga diri kita tidak dikendalikan nafsu tapi kitalah yang
mengendalikan nafsu.
Self
discipline tentu menjadi perhatian kedua setelah
hawa nafsu. Self discipline merupakan menegakkan disiplin atas diri
pribadi. Kendornya Self discipline tidak lain karena aktivitas itu
hanya berkaitan dengan dirinya sendiri tanpa melibatkan orang lain. Seringnya
memaafkan diri sendiri memacu terjadinya ketidakdisiplinan diri. Beda halnya
ketika orang lain melakukan pelanggaran akan disiplin, tentunya sulit bagi kita
untuk memaafkan orang tersebut bahkan memungkinkan untuk memberi hukuman kepada
mereka yang melanggar. Oleh karena itu kegiatan memaafkan diri sendiri perlu
ditiadakan dan semangat akan kedisiplinan perlu ditingkatkan.
No comments:
Post a Comment