Pada beberapa bulan yang lalu telah dicanangkan
oleh presiden Republik Indonesia, bahwa di daerah Kulon Progo akan dibangun
sebuah bandara dengan standar internasional. Memang Daerah Istimewa Jogjakarta
telah memiliki bandara, tetapi bandara tersebut adalah milik Angkatan Udara,
yang juga telah berstandar internasional. Bandara yang telah ada sekarang di
Jogjakarta bernama Bandara Adi Sucipto. Bandara tersebut memang berada pada sebuah
komplek Tentara Nasioonal Indonesia Angkatan Udara. Komplek TNI Angkatan Udara
di daerah tersebut tidaklah sempit. Beberapa yang ada pada komplek TNI Angkatan
Udara situ ialah, Jupiter, Paskhas, Akademi Angkatan Udara, Sekolah Tinggi
Teknologi AdiSucipto, Rumah Sakit, Perumahan para TNI Angkatan Udara, Bandara,
dan lain sebagainya. Juga ada beberapa hal penting yang bisa jadi itu adalah
sesuatu rahasia daripada Negara Indonesia, dan oleh TNI Angkatan Udara
khususnya. Itu jelas tidak boleh orang lain bahkan orang luar negeri tahu
tentang hal itu. Maka dari itu bila akan masuk ke dalam komplek TNI Angkatan
Udara tersebut, penjagaan di pintu-pintu sangatlah ketat.
Dengan pertimbangan lain, bandara yang sudah ada
sekarang ini dirancang untuk kapasitas kurang lebih 1000 penumpang. Dan kenyataannya sekarang bandara
itu diisi dengan kapasitas sekitar 7000 penumpang. Dan pasti ada orang-orang
yang bertanya, kenapa tidak bandara yang sudah ada itu dikembangkan saja? Jawaban
tentu hal itu adalah sebuah hal kemustahilan. Mengapa demikian? Karena bila
akan ada pelebaran ataupun renovasi bandara tersebut, tentu juga akan mengambil
tanah-tanah di sekitarnya. Dan untuk mengambil alih tanah-tanah di sekitarnya
itu pasti juga akan menimbulkan sedikit konflik juga. Selain hal itu, bandara
tersebut tidak akan mungkin dikembangkan lagi. Karena mengingat posisi daripada bandara tersebut berada pada
pertengahan Kota Jogjakarta. Dan di sekitar bandara tersebut sudah banyak
berdiri hotel-hotel yang mencapai belasan lantai, ada flyover, juga bangunan-bangunan atau kantor-kantor penting lainnya.
Itu sangat tidak mungkin akan dipindahkan. Dan itulah mengapa bandara sekarang
tidak mungkin dikembangkan lagi. Karena mengingat dampak yang akan timbul
setelah kegiatan tersebut dilakukan.
Untuk itu perlu adanya bandara baru di Daerah
Istimewa Jogjakarta. Presiden menyetujui sebagai pembangunan bandara baru di
Kulon Progo. Maka dilaksanakanlah proyek pembangunan New Yogyakarta
International Airport. Dalam proyek ada beberapa intansi yang turut bergabung
ikut andil disini demi menyukseskan dan demi kelancaran pembangunan New Yogyakarta
International Airport. Intansi yang ikut dalam proyek ini adalah mulai dari
aparat Kepolisian Republik Indonesia, Tentara Nasional Indonesia, Satuan Polisi
Pamong Praja (Satpol PP), Pertahanan Sipil, PT. Angkasa Pura I, dan lain
sebagainya. Presiden meminta agar proyek bandara ini akan selesai pada sekitar
tahun 2018. Karena dari jauh hari sebelumnya sudah diteliti bahwa tanah sekitar
tersebut layak bila akan dibangun bandara. Dari masyarakat sekarang juga sudah
diberi uang pengganti yang bisa diambil di pengadilan. Rumah-rumah di area yang
akan dibangun bandara juga sudah direlokasi. Tentu juga syarat-syarat mulai
persetujuan, amdal, ijin mendirikan bangunan, dan lain sebagainya sudah
terpenuhi semuanya. Dan setelah urusan surat-menyurat selesai, dan keputusan-keputasan
sudah disahkan, masyarakat segera diinstruksikan untuk pindah ke tempat yang
diinginkan. Guna untuk apa? Ini supaya pembangunan segera dilaksanakan. Daerah
tersebut akan diuruk dengan tanah, akan diratakan dengan tanah, yang mungkin
dibuat lebih tinggi. Maka penghuni-penghuni rumah segera pindah dari tempat
tersebut.
Dari sini ada pihak masyarakat yang tidak mau
meninggalkan rumahnya serta tanah pekarangannya. Dia tetap mau mempertahankan
rumah dan pekarangannya. Dia sudah tahu tentang akan adanya relokasi. Tetapi
orang tersebut tidak bisa menerima dengan adanya relokasi tersebut. Dari pihak
proyek pembangunan bandara sendiri sudah menghimbau kepada masyarakat untuk
meninggalkan daerah tersebut. Dikarenakan sudah diadakannya relokasi. Tetapi
ada beberapa orang yang keras kepala dalam proses relokasi ini. Orang-orang
tersebut malah secara tidak langsung tidak menyetujui adanya pembangunan
bandara di Kulon Progo. Karena dengan relokasi saja tidak segera disukseskan.
Berarti orang tersebut tidak setuju adanya proyek pembagunan bandara. Karena
bila mau membangun bandara, bila tidak ada relokasi jelas tidak mungkin.
Mengingat disitu merupakan daerah yang sudah berpenduduk. Bila mau membangun
bandara di daerah yang belum ada penduduknya, ya mungkin tidak ada hal-hal yang
seperti itu.
Akhirnya muncul sedikit konflik antara warga
dengan aparat gabungan daripada proyek itu. Karena masyarakat sudah disuruh
pindah malah tidak mau, dan menghiraukannya. Akhiranya pelaku proyek tidak
tinggal diam. Terjadilah jalan terakhir dari apa yang telah direncanakan, yaitu
penggusuran. PT. Angkasa Pura I dinilai telah mengabaikan tiga hal mendasar
dalam pengosongan lahan dan rumah warga untuk pembangunan bandara internasional
di Kulon Progo. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan 15 kantor
LBH se-Indonesia mengecam eksekusi yang dilakukan pada 4 Desember 2017 lalu.
Oleh YLBHI izin lingkungan dinilai cacat karena studi analisis mengenai dampak
lingkungan (amdal) tidak shahih secara hukum. Terjadi pula kericuhan penolakan
bandara Kulon Progo, sampai-sampai 15 orang relawan aksi solidaritas yang
membela masyarakat yang tidak pindah tadi diciduk polisi. Mereka diamankan
karena mengganggu jalannya pengosongan lahan tersebut dan menghadang petugas.
Pakar Hukum Administrasi Negara dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Riawan
Tjandra berpendapat, pelaksanaan proyek Bandara Kulon Progo tidak bisa hanya
memerhatikan aspek legal formal.
Perihal konflik dalam kehidupan memang tidak
bisa ditiadakan begitu saja. Konflik dalam kehidupan ini pasti terjadi. Teori konflik
adalah salah satu perspektif di dalam sosiologi yang memandang masyarakat
sebagai satu sistem yang terdiri dari berbagai bagian atau komponen yang
mempunyai kepentingan berbeda-beda dimana komponen yang satu berusaha
menaklukkan kepentingan yang lain guna memenuhi kepentingannya atau memperoleh
keuntungan yang sebesar-besarnya. Menurut Karl Mark, konflik sosial adalah
pertentangan antara segmen-segmen masyarakat untuk memperebutkan aset-aset yang
bernilai. Teori konflik Karl Mark ini muncul sebagai pengritik dari teori
struktural fungsional. Jadi jelas dari kasus diatas, ada kejadian konflik
antara proyek pembangunan dengan masyarakat yang tidak mau lahan dan rumahnya
dikosongkan. Itu adalah bentuk mempertahakan aset-asetnya sendiri. Maka
terjadilah konflik dalam perjalanan proyek pembangunan Bandara Baru
Internasional Jogjakarta di Kulon Progo.