Agama sebagai Candu dalam
Masyarakat
“Agama bagaikan candu” itu dikumukakan oleh Karl
Marx. Para pendeta membodohi rakyat dan berusaha untuk mengalihkan langkah
revolusi dengan janji-janji mendapatkan surga abadi, tempat mereka yang sanggup
menanggung ketidak adilan dunia ini. Mereka akan hidup dalam kesenangan abadi
dan kebahagiaan abadi. Bila janji-janji gereja tidak terwujud, mereka akan
mengancam, mengatakan, bahwa barang siapa tidak patut pada tuan feudal mereka,
berarti tidak patut pada Tuhan, wajar saja bila gereja menggabungkan kekuatan
dengan Tzar dan kemewahan dengan menindas para buruh yang bekerja keras. Mereka
semua memiliki kamp yang sama dan tahu benar bahwa bila revolusi pecah tidak
akan ada penghisap darah yang selamat, baik ia bangsawan atau pendeta.
Ketika janji-janji dan ancaman sudah tidak
berhasil, kekerasan terjadi dan hukuman dijatuhkan kepada para pemberontak,
karena telah melawan Tuhan dan agama. Karena itulah agama dipandang sebagai
musuh nyata dari orang-orang tersebut. Begitulah sehingga muncul ucapan Karl
Marx, “Agama adalah candu bagi masyarakat”. Faktanya adalah tokoh-tokoh agama
bertindak bertentangan dengan firman Tuhan dan prinsip agama. Kasus mereka sama
dengan penyair, penulis, dan wartawan saat ini yang suka berkubang dalam
kotoran bila mereka yakin akan mendapatkan kesenangan yang terlarang dan hanya
sesaat saja. Namun kejahatan dari “pemuka agama” seperti ini jauh lebih besar
dan lebih menakutkan daripada para penyair, penulis, dan wartawan, karena para
“pemuka agama” dianggap melindungi firman Tuhan dan mengetahui esensi dari
agama lebih dari siapapun. Mereka dianggap mewujudkan realitas sikap mereka
sendiri ketika mereka memalsukan firman Tuhan untuk mendapatkan harga yang
sangat tidak pantas.
Sebelum melanjutkan lebih jauh, kami ingin
menekankan fakta bahwa mereka ini bukan “pemuka agama” seperti dalam Islam, dan
apa yang mereka katakan tidak hanya terbatas pada Islam. Nasib buruk
orang-orang Islam sebenarnya berawal dari ketidak tahuan mereka tentang agama
mereka sendiri. Orang Islam yang benar-benar lemah dan tertindas, mereka tidak
akan dibiarkan sendirian. Tugas masyarakat Isalm adalah memerangi penindasan dan
memberantas mereka dari hal tersebut. Pesan Islam bukan aktif bekerja untuk
mewujudkan keinginan yang tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah yang benar,
dan menerima dengan ikhlas sesuatu yang tidak bisa diubah. Namun bila ada
ketidak adilan yang bisa dicegah, Tuhan tidak suka dengan orang-orang yang
tidak melakukan apapun untuk melawannya. Bila di dunia ini ada agama yang bisa
disebut sebagai candu masyarakat, maka Islam bukan agama tersebut, karena Islam
menyangkal segala bentuk ketidak-adilan dan mengancam mereka yang menerimanya
dengan pasrah tanpa berbuat apapun.
Agama tampak membunuh kesadaran manusia dan
menghalangi manusia untuk maju. Bahkan sisa-sisa fanatisme beragama sampai saat
ini pun masih dapat kita rasakan. Anehnya agama begitu digandrungi tanpa
alasan, walaupun efeknya secara sosial jelas tampak buruk. Maka tak salah
fenomena ketidak-sadaran manusia yang diakibatkan oleh doktrin agama oleh Karl
Marx disebut sebagai “Candu” (sesuatu yang membuat mabuk dan ketagihan).
Kejahatan yang tidak bisa diampuni adalah bila
kita pasrah kepada ketidak-adilan dengan dalih bahwa ia lemah atau tertindas di
dunia. Al-Qur’an menggunakan istilah menganiaya diri sendiri atau berdosa
terhadap jiwa mereka sendiri, untuk menjelaskan orang yang menerima suatu posisi
yang lebih rendah dari pada kedudukan yang diinginkan Tuhan bagi semua orang
dan menyerukan kepada mereka untuk bekerja dengan segala daya dan upaya mereka
untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.
Sumber Acuan:
Dr.
Quthub Muhammad, Islam Agama
Pembebas, Jakarta: Mitra Pustaka, 2001. Djamanuri, Ilmu Perbandingan Agama, Jakarta: Rajawali Pers, 1992.
By : Halim Sadega. Jogja, 15 Ramadan 1439.
No comments:
Post a Comment