Latest News

Thursday, May 31, 2018

Kecanduan Agama, Dab?



Agama sebagai Candu dalam Masyarakat

“Agama bagaikan candu” itu dikumukakan oleh Karl Marx. Para pendeta membodohi rakyat dan berusaha untuk mengalihkan langkah revolusi dengan janji-janji mendapatkan surga abadi, tempat mereka yang sanggup menanggung ketidak adilan dunia ini. Mereka akan hidup dalam kesenangan abadi dan kebahagiaan abadi. Bila janji-janji gereja tidak terwujud, mereka akan mengancam, mengatakan, bahwa barang siapa tidak patut pada tuan feudal mereka, berarti tidak patut pada Tuhan, wajar saja bila gereja menggabungkan kekuatan dengan Tzar dan kemewahan dengan menindas para buruh yang bekerja keras. Mereka semua memiliki kamp yang sama dan tahu benar bahwa bila revolusi pecah tidak akan ada penghisap darah yang selamat, baik ia bangsawan atau pendeta.
Ketika janji-janji dan ancaman sudah tidak berhasil, kekerasan terjadi dan hukuman dijatuhkan kepada para pemberontak, karena telah melawan Tuhan dan agama. Karena itulah agama dipandang sebagai musuh nyata dari orang-orang tersebut. Begitulah sehingga muncul ucapan Karl Marx, “Agama adalah candu bagi masyarakat”. Faktanya adalah tokoh-tokoh agama bertindak bertentangan dengan firman Tuhan dan prinsip agama. Kasus mereka sama dengan penyair, penulis, dan wartawan saat ini yang suka berkubang dalam kotoran bila mereka yakin akan mendapatkan kesenangan yang terlarang dan hanya sesaat saja. Namun kejahatan dari “pemuka agama” seperti ini jauh lebih besar dan lebih menakutkan daripada para penyair, penulis, dan wartawan, karena para “pemuka agama” dianggap melindungi firman Tuhan dan mengetahui esensi dari agama lebih dari siapapun. Mereka dianggap mewujudkan realitas sikap mereka sendiri ketika mereka memalsukan firman Tuhan untuk mendapatkan harga yang sangat tidak pantas.
Sebelum melanjutkan lebih jauh, kami ingin menekankan fakta bahwa mereka ini bukan “pemuka agama” seperti dalam Islam, dan apa yang mereka katakan tidak hanya terbatas pada Islam. Nasib buruk orang-orang Islam sebenarnya berawal dari ketidak tahuan mereka tentang agama mereka sendiri. Orang Islam yang benar-benar lemah dan tertindas, mereka tidak akan dibiarkan sendirian. Tugas masyarakat Isalm adalah memerangi penindasan dan memberantas mereka dari hal tersebut. Pesan Islam bukan aktif bekerja untuk mewujudkan keinginan yang tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah yang benar, dan menerima dengan ikhlas sesuatu yang tidak bisa diubah. Namun bila ada ketidak adilan yang bisa dicegah, Tuhan tidak suka dengan orang-orang yang tidak melakukan apapun untuk melawannya. Bila di dunia ini ada agama yang bisa disebut sebagai candu masyarakat, maka Islam bukan agama tersebut, karena Islam menyangkal segala bentuk ketidak-adilan dan mengancam mereka yang menerimanya dengan pasrah tanpa berbuat apapun.
Agama tampak membunuh kesadaran manusia dan menghalangi manusia untuk maju. Bahkan sisa-sisa fanatisme beragama sampai saat ini pun masih dapat kita rasakan. Anehnya agama begitu digandrungi tanpa alasan, walaupun efeknya secara sosial jelas tampak buruk. Maka tak salah fenomena ketidak-sadaran manusia yang diakibatkan oleh doktrin agama oleh Karl Marx disebut sebagai “Candu” (sesuatu yang membuat mabuk dan ketagihan).
Kejahatan yang tidak bisa diampuni adalah bila kita pasrah kepada ketidak-adilan dengan dalih bahwa ia lemah atau tertindas di dunia. Al-Qur’an menggunakan istilah menganiaya diri sendiri atau berdosa terhadap jiwa mereka sendiri, untuk menjelaskan orang yang menerima suatu posisi yang lebih rendah dari pada kedudukan yang diinginkan Tuhan bagi semua orang dan menyerukan kepada mereka untuk bekerja dengan segala daya dan upaya mereka untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.

Sumber Acuan:
Dr. Quthub Muhammad, Islam Agama Pembebas, Jakarta: Mitra Pustaka, 2001. 
Djamanuri, Ilmu Perbandingan Agama, Jakarta: Rajawali Pers, 1992.

By : Halim Sadega. Jogja, 15 Ramadan 1439.

No comments:

Post a Comment

Recent Post